Menuntut ilmu agama adalah amalan
yang amat mulia. Lihatlah keutamaan yang disebutkan oleh sahabat Mu’adz bin
Jabal radhiyallahu ‘anhu, “Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena
mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah.
Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad.
Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah.
Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan
diri pada Allah).”
Berikut contoh teladan dari ulama
salaf di mana ketika berusia senja, mereka masih semangat dalam mempelajari
Islam.
Pertama, Imam Al Bukhari pernah
menyatakan,
وَقَدْ تَعَلَّمَ أَصْحَابُ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
فِي كِبَرِ سِنِّهِمْ
“Sahabat-sahabat nabi
shalllallahu alaih wasallam mulai belajar di usia tua.” (Sahih Al Bukhari,
kitab Al ‘Ilm, bab. Al Ightibath fi al ‘ilmi wa al hikmah)
Kedua, Dalam Kitabul ‘Ilmi Shahih
Al Bukhari (1/129) disebutkan “Bab Al Ightibath fil ‘Ilmi wal Hikmah”, Umar
radhiyallahu ‘anhu berkata,
تفقهوا
قبل أن تسودوا
“Tafaqquhlah kalian (yaitu
dalamilah oleh kalian ilmu agama) sebelum kalian tusawwadu (diberi banyak
tanggung jawab untuk memimpin, yaitu ketika berusia dewasa )”.
Al Bukhari berkata, “Adapun
mengenai masa tusawwad, adalah beberapa shahabat Nabi shallallaahu alaihi wa
sallam ada yang memulai belajar di usia senja”.
Ketiga, Ibnu ‘Aqil pernah
menceritakan tentang dirinya,
وَإِنِّي لَأَجِدُ مِنْ حِرْصِي عَلَى العِلْمِ وَأَنَا فِي عَشْرٍ
مِنَ الثَمَانِينَ أَشَدَّ مِمَّا كُنْتُ أَجِدُهُ وَأَنَا ِفي ابْنِ عِشْرِيْنَ.
“Sungguh, kutemukan semangatku
-dalam menuntut ilmu- di usia delapan puluhan, lebih besar dibanding ketika
usiaku dua puluh tahun.“
Keempat, Az Zarnuji mengatakan,
دَخَلَ حَسَنُ بْنُ زِيَادٍ فِي التَفَقُّهِ وَهُوَ ابْنُ
ثَمَانِيْنَ سَنَةً
“Hasan bin Ziyad mulai menyelami
ilmu fikih di usia delapan puluh tahun.”
Kelima, Adz Dzahabi menuturkan,
وَقَدْ قَرَأَ بِوَاسِط وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِيْنَ سَنَةً بِالعَشْرِ
–أَيْ بِالقِرَاءَاتِ القُرآنِيَّةِ العَشَرَةِ- عَلَى ابْنِ البَاقِلاَّنِي
“Pada usia delapan puluh tahun,
Ibnu Al Jauzi membaca qiraat Al Asyrah kepada ibnu Al Baqillani, di Wasith
(kota di Irak).”
Keenam, Ibnu Mandah berangkat
menuntut ilmu di usia 20 tahun dan menghabiskan usianya selama 45 tahun untuk
menuntut ilmu di perantauan. Di usia yang sudah senja, 65 tahun, ia baru pulang
dan menjadi ulama besar di kampung halamannya.
Ketujuh. Al Imam Al Qofal
menuntut ilmu ketika ia berusia 40 tahun.
Kedelapan, Ketika usia 26 tahun,
Ibnu Hazm belum mengetahui bagaimana cara shalat wajib yang benar. Asal mula
menimba ilmu agama adalah ketika ia menghadiri jenazah seorang terpandang dari
saudara ayahnya. Ketika itu ia masuk masjid sebelum shalat ‘Ashar, lantas ia
langsung duduk tidak mengerjakan shalat sunnah tahiyatul masjid. Lalu ada
gurunya yang berkata sambil berisyarat, “Ayo berdiri, shalatlah tahiyatul
masjid”. Namun Ibnu Hazm tidak paham. Ia lantas diberitahu oleh orang-orang
yang bersamanya, “Kamu tidak tahu kalau shalat tahiyatul masjid itu wajib?”
Kemudian Ibnu Hazm melakukan
shalat jenazah di masjid dan menguburkan jenazah. Lalu ia berjumpa dengan
kerabat si mayit. Setelah itu ia kembali memasuki masjid. Ia segera
melaksanakan shalat tahiyatul masjid. Kemudian ada yang berkata pada Ibnu Hazm,
“Ayo duduk, ini bukan waktu untuk shalat”. Karena saat itu merupakan waktu
dilarangnya melakukan shalat sunnah (setelah solat asar).
Setelah dinasehati seperti itu,
Ibnu Hazm akhirnya mau belajar agama lebih dalam. Ia lantas menanyakan di mana
guru tempat ia bisa menimba ilmu. Ia mulai belajar pada Abu ‘Abdillah bin
Dahun. Kitab yang ia pelajari adalah mulai dari kitab Al Muwatho’ karya Imam
Malik bin Anas.
Disebutkan pula bahwa walaupun
beliau belajar di usia yang tergolong tua, beliau tetap mampu menguasai
berbagai bidang ilmu. Terlebih lagi beliau di anugerahi kekuatan hafalan dan
kecerdasan, serta hujjah-hujjah (bukti-bukti) yang terarah dan sulit dibantah
oleh para ulama lainnya di masa beliau dari kalangan malikiyyah.
Suatu ketika Ibnu Hazm dilaporkan
kepada penguasa Andalusia (Spanyol) saat itu, kemudian oleh penguasa dibakarlah
kitab-kitab karya beliau. Melihat kejadian itu beliaupun berkata dalam bait-bait
sya’ir yang terkenal, diatara penggalannya:
“Jika engkau membakar
kertas-kertas itu maka engkau tidak bisa membakar apa yang terkandung didalam
kertas-kertas itu. Sebab, apa yang terkandung di dalamnya telah ada di dalam
dadaku”
Kesembilan, Syaikh ‘Izzuddin bin
‘Abdis Salam adalah ulama yang sudah sangat tersohor dan memiliki lautan ilmu.
Pada awalnya, Imam Al ‘Izz sangat miskin ilmu dan beliau baru sibuk belajar
ketika sudah berada di usia senja.
Kesepuluh, Syaikh Yusuf bin
Rozaqullah. Beliau diberi umur yang panjang hingga berada pada usia 90 tahun.
Ia sudah sulit mendengar kala itu, namun panca indera yang lain masih baik.
Beliau masih semangat belajar di usia senja seperti itu dan semangatnya seperti
pemuda 30 tahun.
Kesebelas, Shalih bin Kaisan Al
Yamani memulai menuntut ilmu pada usia tua, ada yang menyatakan di usia 70
tahun. Namun Allah memberikan keberkahan umur dan memberikan usia panjang
hingga beliau wafat pada usia di atas 140 tahun. Dengan kesungguhan dalam
menuntut ilmu, beliau akhirnya menjadi hafidz hadits yang termasuk periwayat
dari hadits-hadits di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Termasuk murid-murid
beliau adalah ulama besar semisal Imam Malik dan Ibnu Uyainah. (Tahdzib At
Tahdzib, 4/350)
Keduabelas, Imam Hasan al-Bashri
pernah ditanya seseorang yang usianya sudah 80 tahun. Apakah orang tua itu
masih pantas untuk menuntut ilmu? Imam Hasan menjawab, “Jika ia masih pantas
hidup.”
Demikianlah hakikat dari menuntut
ilmu, ia menjadi ruh bagi kehidupan. Siapa yang menganggap dirinya masih pantas
untuk hidup, maka dia mesti belajar dan menambah pengetahuannya. Imam al-Hasan
menegaskan, tak ada batasan usia bagi orang yang mau menuntut ilmu.
Ketigabelas, Ja'far bin
Durustuwaih pernah mengisahkan, suatu kali ia berada dalam majelis ilmu Ali bin
Al-Madini. Ketika waktu Ashar tiba, majelis itu telah penuh sesak oleh para
penuntut ilmu yang akan dimulai esok harinya. Setiap pelajar tidak mau
meninggalkan tempat duduknya, takut akan terisi oleh orang lain. Mereka
menungguinya sepanjang malam agar mendapatkan posisi yang di depan.
Bahkan seorang bapak tua, kisah
Ja'far, terpaksa buang air kecil di jubahnya, karena ia takut pergi ke kamar
mandi dan meninggalkan tempat duduknya. “Saya melihat seorang yang sudah tua di
majelis tersebut buang air kecil di jubahnya. Karena ia khawatir tempat
duduknya diambil, apabila ia berdiri untuk buang air kecil ke kamar mandi,”
kata Ja'far mengisahkan.
Keempatbelas, Imam Tajuddin Ibnu
As-Subuki dalam Tabaqat as-Syafi’iyyah al-Kubra menjelaskan bahwa pada awalnya
Izzuddin sangatlah fakir, dan baru menuntut ilmu di masa tuanya. Walaupun
demikian, beliau sangat serius dalam menghafal matan-matan atau Syair juga
dalam mengkaji kitab-kitab. Beliau bolak-balik bertemu dengan para Ulama’ besar
dengan tujuan mengisi kekosongan ilmu pengetahuan mulai sejak kecil.
Kebiasaan beliau dalam belajar
adalah tak cepat pindah kepada guru yang lain sebelum beliau menyelesaikan
terlebih dahulu pembelajaran dengan sang guru.
Izzuddin berkata: “Aku telah
melalui masa belajar selama tiga puluh tahun dengan mengurangi waktu tidurku
sampai aku memahami betul akan banyak hukum di dalam sanubariku.”
Beliau berguru kepada Ulama’
besar seperti Imam Fakhruddin Bin Asakir (W.620 H), Imam Saifuddin al-Amidi (W.
631 H) dan Ulama’ yang lainnya.
Beliau dijuluki Sulthan Ulama
atau Sultannya para Ulama’. Julukan ini diberikan oleh murid beliau yang
bernama Ibnu Daqiq al-I’id (625-702 H) dengan alasan bahwa beliau sangat berani
menentang para Sultan yang menyimpang dengan argumen yang memuaskan sehingga
mereka menjadi kalah dalam berargumen.
Kelimabelas, Nenek Djauharah
Bawazir hafal Alquran di usia 70 tahun. Uniknya, nenek Djauharah berhasil
menghafal Alquran dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 39 hari. Prestasi
nenek Djauharah tentu telah mencibir anak muda yang menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk menghafal Alquran. Ia membuktikan, Alquran telah dijamin
kemudahannya oleh Allah dan diulang-ulang beberapa kali dalam ayat-Nya.
No comments:
Write komentar