Menerima pemberian orang yang diajar ngaji al-Qur`an
hukumnya boleh. Namun perlu diperhatikan sekali, para Ulama berselisih pendapat
tentang mengambil upah dari mengajarkan al-Qur`an. Pemberian dari murid bisa
bersifat hadiah dan bisa juga upah dari mengajarnya, baik diminta oleh sang
guru atau inisiatif dari murid atau walinya. Oleh karena itu, seorang Muslim
perlu mengetahui batasan-batasan yang telah digariskan syariat dan dijelaskan
para Ulama berkenaan dengan masalah ini, agar pahala dari perbuatan ibadah yang
dilakukannya tetap sempurna dan tidak hancur.
Hendaknya seorang Muslim tidak mengambil upah atau gaji dari
ibadah yang dilakukannya; sebab Allâh Azza wa Jallaberfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ
إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا
فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang
tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa
yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka
kerjakan. [Hud/11:15-16]
Bila ibadah tersebut termasuk ibadah yang bermanfaat bagi
orang lain, seperti melakukan pengobatan ruqyah dengan al-Qur`an atau mengajari
al-Qur`an dan sejenisnya, maka diperbolehkan mengambil gaji atau upah atasnya
menurut pendapat mayoritas Ulama, sebagai kompensasi manfaat yang didapat oleh
orang lain tersebut dengan pengajaran al-Qur`an. Diantara dalil yang menguatkan
pendapat mayoritas Ulama ini adalah:
Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
أَنَّ نَفَراً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرُّوا
بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ ، فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ :
هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلاً لَدِيغًا ؟ فَانْطَلَقَ رَجُلٌ
مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ [أي : مجموعة من الغنم]،
فَبَرَأَ ، فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ ، فَكَرِهُوا ذَلِكَ ، وَقَالُوا
: أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ؟ حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ
فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : (إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ)
Sesungguhnya sekelompok Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan,
seorang penduduk dari lembah bertanya kepada mereka dengan mengatakan, “Apakah
ada diantara anda orang ahli meruqyah karena ada orang dari lembah terkena
sengatan?” Maka salah seorang diantara para Sahabat pergi lalu dia membacakan
surat al-Fâtihah dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia
membawa kambing ke teman-temannya. Sementara mereka kurang suka. Dan mereka
mengatakan, “Apakah anda mengambil upah dari Kitab Allâh?” Sampai akhirnya,
mereka tiba di Madinah dan mengatakan, “Wahai Rasûlullâh! (Dia) mengambil upah
dari Kitab Allâh.” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah dari Kitab Allâh.” [HR.
Al-Bukhâri, no. 5405]
Ada juga hadits semakna dengan hadits ini yang dikeluarkan
imam al-Bukhâri no. 2156 dan imam Muslim, no. 2201.
Imam an-Nawawi rahimahullah ketika mensyarah kitab Shahîh
Muslim membuat satu bab yang beliau beri judul:
بَابُ جَوَازِ أَخْذِ الأُجْرَةِ عَلَى الرُّقْيَةِ بِالْقُرْآنِ
وَالأَذْكَارِ
Bab Bolehnya Mengambil Upah Atas Ruqyah Dengan Al-Qur`An Dan
Bacaan Dzikir.
Beliau rahimahullah juga menyatakan, “Ini menegaskan
bolehnya mengambil upah atas ruqyah dengan al-Fâtihah dan dzikir dan itu halal,
tidak makruh. Demikian juga upah mengajarkan al-Qur`an. Inilah mazhab imam
asy-Syâfi’i rahimahullah , Mâlik rahimahullah , Ahmad rahimahullah, Ishâq
rahimahullah, Abu Tsaur rahimahullah dan
lain-lainnya dari kalangan salaf dan orang yang setelah mereka. [Lihat Syarah
Shahîh Muslim 14/188]
Hadits Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ
فَقَالَتْ : إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ ،
فَقَالَ رَجُلٌ : زَوِّجْنِيهَا قَالَ : أَعْطِهَا ثَوْبًا ، قَالَ : لَا أَجِدُ
قَالَ : أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ ، فَاعْتَلَّ لَهُ ، فَقَالَ :
مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ؟ قَالَ : كَذَا وَكَذَا قَالَ : فَقَدْ
زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ)
Ada seorang wanita datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan berkata, “Sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untuk Allâh
dan Rasul-Nya.” (Mendengar ini-red) lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Saya tidak membutuhkan wanita.’ Ada seseorang yang berkata, “(Tolong) nikahkan
dia denganku!’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berikan dia baju!’
Orang tadi berkata, ‘Saya tidak punya.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda lagi, ‘Berilah dia (mahar) meskipun dengan cincin besi!’ Lalu orang
itu sedih (karena ia tidak punya itu). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Apakah anda mempunyai (hafalan) al-Qur’an?’ Orang itu menjawab, ‘Ini
dan ini.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Sungguh, saya
telah menikahkan anda dengan dia dengan (mahar) al-Qur’an yang anda punya.’
[HR. Al-Bukhâri, no. 4741 dan Muslim, no. 1425]
Oleh karena itu komite tetap untuk penelitian ilmiah dan
iftah ( al-Lajnah ad-Dâ`imah lil Ifta) Kerajaan Saudi Arabia berfatwa dan
menetapkan bolehnya mengambil upah dari mengajar al-Qur`an. Mereka mengatakan,
“Diperbolehkan mengambil upah dari mengajarkan al-Qur’an,
dengan dasar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menikahkan seorang Sahabat
dengan seorang wanita dengan mahar mengajarkan kepadanya al-Qur`an yang
dimilikinya (dihafalnya). Beliau jadikan hal itu sebagai maharnya. Demikian
juga Sahabat mengambil upah atas kesembuhan dari penyakit orang kafir dengan
sebab ruqyah dengan membacakan surat al-Fatihah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hal ini mengatakan, ‘Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil
upahnya adalah Kitabullah.’ [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Yang terlarang hanyalah mengambil upah dari bacaan al-Qur’an
itu sendiri dan meminta orang untuk membacanya.
Fatwa ini ditanda tangani oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz,
Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. [Fatawa
AL-Lajnah Ad-Daimah, 15/ 96.]
Wallâhu a’lam.
.
No comments:
Write comments