Utang seorang Istri ada dua
jenis:
Pertama, Utang pribadi untuk
kebutuhan pribadi atau untuk kebutuhan dia dan kebutuhan tersebut di luar
nafkah yang diwajibkan atas suaminya, seperti seorang istri membeli perhiasan
tertentu, dan pembelian itu bukan atas tanggung jawab suaminya, tapi atas
tanggung jawab dia sebagai seorang pribadi, maka hutang tersebut menjadi
kewajiban dan tanggung jawab si istri untuk membayarnya.
Kedua, Utang untuk kebutuhan
rumah tangga, baik itu untuk kebutuhan istri atau kebutuhan anak-anak atau
untuk kebutuhan bersama, dan utang tersebut termasuk pada urusan yang merupakan
tanggung jawab dan kewajiban suami dalam memberi nafkah. Utang yang jenis ini
menjadi tanggung jawab suami untuk membayarnya, berikut ini penjelasannya;
Dalam kehidupan rumah tangga
suami memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan anak dan istri berupa
kebutuhan dasar, yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal, atau kebutuhan
penunjang seperti pengobatan dan pendidikan untuk anak. Hal ini dikenal dengan
kewajiban suami dalam memberi nafkah.
Tanggung jawab nafkah anak istri
merupakan kewajiban seorang suami yang bersifat tetap, artinya tetap harus
dipenuhi oleh suami dan menjadi utang atas diri suami tersebut kalau dia tidak
membayarnya.
Jika seorang suami safar ke luar
negeri dan dia terhalang untuk mengirim uang, sehingga istri menafkahi diri dan
anaknya dari hasil pinjaman, maka pinjaman tersebut menjadi utang dan tanggung
jawab suami.
Kewajiban memberi nafkah adalah
kewajiban yang melekat pada suami dan kalau tidak dilaksanakan akan menjadi
utang yang berada pada tanggung jawabnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. (QS. Al Baqarah: 233)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ
رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ
Diperintahkan bagi orang yang
mampu (suami) memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
(QS: At Thalaq: 7)
Pada kedua ayat tersebut
menjelasan bahwa nafkah itu merupakan tanggung jawab suami karena itu adalah
kewajiban yang diperintahkan kepadanya, tanggung jawab artinya harus
dilaksanakan, kalau tidak dilaksanakan maka akan menjadi utang yang harus dia
penuhi. Seperti seseorang tidak melaksanakan perintah puasa karena dia sakit,
maka dia wajib menggantinya setelah dia sehat.
Jumhur ulama berpendapat bahwa,
“kewajiban memberi nafkah telah melekat pada diri seorang suami dan jika dia
tidak melaksanakannya maka kewajiban itu menjadi utang atasnya, dan hal itu
tidak memerlukan keputusan pengadilan atau penerimaan dari suami” ( Al Mufashal
fi ahkamil mar’ah, Abdul Karim Zaidan, 7/178).
Wallahu a’lam.
No comments:
Write comments