Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Siapa yang memberi makanan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun." (HR. at-Tirmidzi : 807)
Hadits diatas menunjukkan bahwa apabila seorang memberikan hidangan berbuka meski dengan sebiji kurma kepada orang yang berpuasa, maka dia akan memperoleh pahala puasa sebagaimana yang dikerjakan orang tersebut. Hidangan berbuka itu tidak mesti mengenyangkan orang yang berpuasa. (Majmu’ Fataawa Ibn Utsaimin )
Pendapat lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “memberi makanan berbuka” adalah memberi makanan yang mengenyangkan orang yang berpuasa. Jika dia hanya mampu menghidangkan kurma, susu, atau air, maka pahala yang diperoleh sebatas upaya dan keikhlasan yang dikerahkan. Peruntukan hidangan berbuka dalam hadits di atas bersifat umum, mencakup setiap orang yang berpuasa, baik dia seorang yang kaya atau miskin, maupun puasa yang dikerjakan adalah puasa yang hukumnya wajib maupun sunnah. (Majmu’ Fataawa Ibn Baaz 25/207.)
Apabila seseorang yang melanggar sumpah kemudian memberikan hidangan berbuka kepada sepuluh orang miskin yang berpuasa, maka tindakannya tersebut sah apabila diniatkan sebagai kaffarah sumpah. ( Majmu’ Fataawa 23/141.)
Para sahabat ketika mengetahui keagungan pahala memberikan makanan bagi orang puasa, mereka berlomba-lomba melakukan hal tersebut, bahkan Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma senantiasa berbuka puasa dengan orang-orang miskin. Apabila keluarganya melarang beliau melakukan hal tersebut, niscaya Abdullah bin Umar tidak akan menyantap makan malam. (Lathaif al-Ma’arif hlm. 183)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih).
Menyegerakan berbuka artinya bersegera untuk berbuka ketika matahari telah terbenam. Bukan berarti bersikap tergesa-gesa ketika berkendara sehingga berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas karena ingin segera berbuka.Apabila adzan maghrib dikumandangkan, seorang yang tengah berkendara di jalanan cukup berbuka dengan makanan atau minuman yang ada di sampingnya. Jika tidak memiliki makanan atau minuman, maka cukup dengan niat berbuka di dalam hati. Pahala menyegerakan berbuka insya Allah akan tetap diperoleh meski dengan sekadar niat berbuka.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda) sebelum melaksanakan shalat. Jika tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr, maka beliau cukup meneguk air dengan beberapa tegukan.” (HR. Abu Dawud : 2356)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka puasa, mengucapkan perkataan berikut,
"Dahaga telah hilang, kerongkongan telah terbasahi, dan insya Allah pahala telah ditetapkan.” (HR. Abu Dawud : 2357)
Hadist diatas merupakan perbuatan untuk mencari keberkahan (tabarruk), menginformasikan (ikhbar), dan ungkapan pengharapan ketika berbuka puasa.
Allahu a'lam
No comments:
Write comments